Lingkar Studi Pers, Bogor- Media sosial (medsos) memberikan kemudahan untuk mengakses informasi dari berbagai penjuru dunia, dengan media sosial, semua orang dapat membagikan atau menerima informasi tanpa berlama-lama. Pada tahun 2024 ‘We are Social’ mencatat bahwa di Negara Indonesia terdapat Sekitar 139 juta pengguna media sosial. Sudah bukan sesuatu yang aneh jika jumlah angka pengguna media sosial bisa mencapai ratusan juta. Kebahagiaan yang ditawarkan oleh media sosial menjadi candu tersendiri bagi para penggunanya. Media sosial menjadi euphoria yang begitu memabukan, tidak jarang jika seseorang bisa menghabiskan separuh waktunya hanya untuk menyaksikan dan memperhatikan peristiwa yang terjadi di berbagai belahan dunia. Dari beberapa kasus pada orang yang kecanduan media sosial, akan timbul perasaan khawatir dan rasa takut akan tertinggal.
Media sosial menyajikan konten-konten yang menyenangkan sekaligus menghibur. Sensasi menyenangkan ketika bermain media sosial ini dapat meningkatkan hormon dopamin dalam tubuh. Hormon ini berfungsi untuk meningkatkan suasana hati dan memberikan efek bahagia pada diri seseorang.
Media sosial menawarkan kepada pengguna nya kesenangan yang membuat candu, hal ini yang menjadi sisi kelam dari kehebatan yang diberikan oleh media sosial. FoMO adalah fenomena yang menjadi bagian dari sisi kelam media sosial.
FoMO (Fear of Missing Out) merupakan fenomena yang sudah tidak baru lagi. Akan tetapi, akibat perkembangan teknologi dan pengeluaran fitur-fitur terbaru oleh media sosial dapat memperparah fenomena FoMO ini di masyarakat.
FoMO adalah fenomena ketika seorang individu merasakan ketakutan untuk terlihat tidak update di media sosial. Seorang yang terkena FoMO akan menghabiskan waktunya dengan menjalani hidup di media sosial. Ia tidak lagi tertarik dengan kehidupan di dunia nyata. Seseorang yang terkena FoMO ini selalu berusaha untuk mengikuti tren di media sosial, dan jika kebutuhan mengikuti tren ini tidak terpenuhi maka akan muncul perasaan rendah diri, perasaan yang diliputi khawatir dan gangguan kecemasan yang dapat mempengaruhi kehidupan sehari-hari. Ia juga rentan untuk membandingkan diri dengan kehidupan orang lain, yang didasari oleh unggahan yang ia lihat di media sosial.
Fenomena FoMO ini begitu mengkhawatirkan, tidak jarang seseorang dapat berperilaku konsumtif dan tidak rasional karena perasaan ingin mengikuti perkembangan di media sosial. Seseorang juga dapat kehilangan kesadaran mengenai kapasitas dalam diri, karena disibukan oleh apa yang diberikan media sosial tanpa memikirkan dampak yang terjadi dimasa depan.
Marissa Anita, seorang jurnalis dan presenter Indonesia, membahas masalah ini melalui video unggahannya di youtube. Ia mengatakan bahwa perasaan gelisah, perasaan dikucilkan, dan iri hati, adalah perasaan yang semakin umum dimiliki oleh pengguna media sosial. FoMO menjadi fenomena psikologi yang cukup sering terjadi terlebih di era digitalisasi seperti sekarang ini. Dan media sosial menjadi penyumbang terbesar, fenomena ini dapat terjadi pada siapapun. Media sosial dapat memicu fenomena FoMO ini semakin besar pengaruhnya terhadap diri seseorang. Media sosial memberitahukan kepada kita mengenai apa yang teman atau keluarga lakukan sepanjang waktu. Orang yang sering menggunakan media sosial adalah orang yang paling rentan bisa terkena FoMO.
Generasi gen Z selalu dikaitkan dengan kehidupan modernisasi, hal ini diakibatkan karena gen Z hidup bersamaan dengan kemutakhiran teknologi yang juga memberikan dampak dari media sosial yang semakin tidak bisa dipisahkan dari kehidupan sekarang ini. Kini, media sosial menjadi kebutuhan pokok seorang individu, untuk mendapatkan informasi, mencari hiburan, hingga sebagai tempat untuk mencari pundi-pundi rupiah. Fenomena ini juga menciptakan budaya baru pada zaman ini. Seseorang tidak perlu lagi untuk bersusah payah menghubungi kerabatnya yang berbeda pulau atau benua, ilmu pengetahuan tidak lagi menjadi sesuatu yang sulit untuk dicari. Internet dan media sosial memberikan semua yang dibutuhkan oleh siapa saja.
Dalam hal ini Gen Z menjadi sasaran yang begitu empuk untuk terkena fenomena FoMO. Gaya hidup gen Z selalu didasari pada tren di media sosial. Dimulai dari gaya berpakaian, selera musik, tempat makan, dan lain-lain. Gen Z sangat rentan untuk terkena FoMO.
Di era sekarang ini dimana grup musik asal korea selatan sangat digandrungi oleh anak muda Indonesia. Banyak anak muda indonesia yang mulai mengikuti gaya berpakaian ala idol yang mereka sukai. Tidak hanya itu mereka juga mengubah gaya bahasa dalam berbicara, banyak kalimat dari bahasa korea yang mulai tren dan diikuti oleh beberapa anak muda sekarang ini. Bukan hanya bahasa dan juga gaya berpakaian. Korea selatan juga berhasil membuat anak muda indonesia mulai menyukai makanan khas dari Negara ginseng tersebut. Banyak makanan asal korea selatan yang menjadi tren di indonesia dan menjadi makanan yang harus untuk dicicipi, tidak jarang juga beberapa orang yang memanfaatkan tren tersebut, sehingga menjadikannya usaha kuliner dan memperoleh keuntungan.
Belum lama ini juga, seorang penyanyi barat asal amerika yaitu Taylor Swift menggelar konser musik, dan tidak membutuhkan waktu lama, kabar ini menjadi ramai diperbincangkan di media sosial. Unggahan media sosial dipenuhi oleh orang-orang yang berlomba untuk membeli tiket konser. Beranda instagram langsung saja dibanjiri oleh unggahan orang yang sedang mengikuti konser tersebut, mereka juga sekaligus memamerkan outfit terbaik yang begitu mewah dan elegan. Selain itu beranda twitter dipenuhi oleh cuitan orang-orang yang merasa sedih karena kehabisan tiket konser.
Hal di atas bukanlah suatu yang buruk. Namun, jika seseorang bisa bersikap impulsif hanya untuk mengikuti tren yang ada, hal tersebutlah yang menjadikannya suatu yang buruk.
Sudah banyak jurnal penelitian yang membahas fenomena FoMO yang terjadi pada remaja indonesia. Salah satunya adalah jurnal yang ditulis oleh Salma Nadzirah yang membahas mengenai fenomena FoMO pada remaja. Penulis menuliskan jika internet memberikan dampak yang begitu memprihatinkan untuk kalangan remaja, tidak hanya remaja yang masih sekolah saja, melainkan remaja yang sudah tidak sekolah. Keadaan yang memprihatinkan ini diakibatkan oleh kecanduan internet dan mengakibatkan munculnya sindrom FoMO.
Kecanduan internet pada kehidupan remaja tentunya memberikan dampak yang buruk, terutama bagi dirinya sendiri. Seorang remaja yang sudah terkena candu internet akan menciptakan dunianya sendiri melalui media sosial dan enggan untuk melakukan interaksi sosial dengan lingkungan Sekitar. Hubungan interpersonal dengan teman, keluarga, dan dengan kerabat dekat lainnya juga akan terpengaruh akibat hal ini. Jika tidak ditangani dengan segera, kecanduan internet yang tidak segera ditangani secara profesional akan memberikan dampak yang semakin buruk sehingga memungkinkan seseorang untuk terkena sindrom FoMO.
Sindrom FoMO bukan sesuatu yang dapat disepelekan, hal ini bisa mempengaruhi kehidupan seseorang secara keseluruhan. FoMO dapat mempengaruhi mental dan kejiwaan seseorang. Banyak orang yang belum sadar akan hal ini dan dampak yang diberikan akibat bermain media sosial yang tidak dikontrol. Kurangnya edukasi terkait permasalahan ini, dapat menjadi salah satu faktor utama mengapa fenomena FoMO dapat menyebar secara cepat dan dirasakan oleh siapapun juga. FoMO belum menjadi suatu permasalahan yang dianggap serius oleh pemerintah maupun orang-orang yang ahli dibidangnya, padahal pengaruh yang diberikan akibat fenomena FoMO ini terhadap seseorang yang terkena sindrom FoMO sangat besar pengaruhnya.
Pada jurnal penelitian lainnya yang membahas mengenai pengaruh FoMO pada kesejahteraan psikologis seseorang yang terbit pada tahun 2019. Penulis menuliskan bahwa FoMO memiliki pengaruh terhadap kesejahteraan psikologis pengguna media sosial. Semakin tinggi tingkat FoMO, maka semakin rendah tingkat kesejahteraan psikologis pada individu pengguna media sosial. Sebaliknya, semakin rendah tingkat FoMO maka semakin tinggi tingkat kesejahteraan psikologis pada individu pengguna media sosial. Individu yang mengalami FoMO cenderung merasakan stres hingga ketakutan ketika tidak dapat terhubung dengan media sosial. Kecemasan tersebut kemudian mempengaruhi kesejahteraan psikologis individu terutama dalam aspek penguasaan lingkungan, relasi positif dengan orang lain, dan penerimaan diri.
Banyak orang yang belum mengerti mengenai fenomena FoMO ini dan dampak apa saja yang bisa diberikan akibat hal tersebut. Kewaspadaan seseorang terhadap fenomena FoMO juga memiliki persentase yang kecil, terbukti masih banyak orang yang belum mawas diri terhadap penggunaan media sosial yang dilakukan secara berlebihan ini. Pengawasan orang tua terhadap anak mereka dalam penggunaan media sosial juga belum dikatakan sepenuhnya berhasil dalam pencegahan sindrom FoMO. Banyak anak remaja yang memiliki perasaan berlebihan mengenai media sosial dan membuatnya harus memenuhi kebutuhan untuk mengikuti tren yang diberikan oleh media sosial.
Banyak anak remaja indonesia yang terkena sindrom FoMO, karena kebebasan dalam mengakses berbagai informasi di internet, entah informasi yang memberikan manfaat baik dan manfaat buruk. Salah satu informasi yang diberikan oleh media sosial terhadap pemuda gen Z adalah, mereka semakin paham dan melek terhadap kesehatan mental. Gen Z memiliki kepedulian yang lebih tinggi terhadap kesehatan mental dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Namun, tidak sedikit pemuda Gen Z yang termakan oleh informasi yang salah mengenai pengetahuan terhadap kesehatan mental itu sendiri, akibat dari menelan mentah-mentah sumber informasi dari internet yang masih harus dipertanyakan kredibilitasnya. Tidak sedikit pemuda gen Z yang ‘self diagnosed’ mengenai penyakit mental yang ia derita sebelum memeriksanya pada seorang ahli yang memang profesional pada bidangnya. Mereka ini menelan informasi secara mentah-mentah dan mempercayai informasi tersebut tanpa mencari tahu kebenarannya terlebih dahulu. Penyakit mental menjadi hal yang dianggap keren oleh sebagian anak muda, banyak dari mereka juga yang meromantisasi hal tersebut.
FoMO berdampak negatif pada suasana hati dan tingkat kepuasaan hidup seseorang. Orang dengan sindrom FoMO yang tinggi cenderung lebih depresi, cemas, bermasalah dengan tidur, dibandingkan dengan mereka yang FoMOnya rendah. Masih banyak dampak negatif yang diberikan akibat seseorang yang terkena FoMO ini. Hal ini tentunya perlu menjadi perhatian oleh semua orang terutama pemuda gen Z yang menjadi objek rentan fenomena FoMO. Masyarakat indonesia perlu tahu dan sadar dari adanya fenomena FoMO ini sehingga dapat dilakukan penanganan yang tepat untuk menyelamatkan anak muda indonesia dari sindrom FoMO.
Cara yang tepat untuk menyikapi fenomena FoMO ini dengan mengenal JoMO (Joy of Missing Out) JoMO membuat seseorang untuk berfokus pada kepuasaan terhadap apa yang dimiliki pada hari ini. JoMO menjadi penangkal ampuh untuk menangani sindrom FoMO yang semakin merajalela terlebih di era digitalisasi seperti sekarang. Dimana banyak orang menghabiskan waktunya hanya untuk berselancar pada kehidupan media. JoMO membuat seseorang untuk memanfaatkan waktu untuk diri sendiri dengan sebaik mungkin dan menggunakan waktu tersebut untuk lebih banyak bersantai dan menyadari bahwa tidak semua pengalaman sosial atau tren populer harus dilakukan.
Melakukan JoMO dimulai dengan cara berfokus pada pencapaian yang bisa dilakukan untuk diri sendiri, hal ini dilakukan dengan melakukan hobi dan memperdalam minat dan bakat seseorang. Seorang individu yang menghabiskan waktu dengan memperdalam hobi, otomatis akan melupakan penggunaan media sosial, pengurangan penggunaan media sosial amat sangat membantu seseorang untuk terlepas dari sindrom FoMO. Dengan hal ini juga, akan menimbulkan perasaan rasa syukur terhadap diri sendiri karena hilangnya kebiasaan membandingkan diri dengan orang lain di media sosial. Dengan menerapkan JoMO pada kehidupan sehari-hari, seseorang akan mampu untuk terlepas dari jeratan sindrom FoMO.
Fenomena FoMO adalah sebuah fenomena yang sudah sering terjadi di dalam masyarakat, bahkan belakangan ini, fenomena FoMO sudah menjadi hal yang rumlah yang terjadi dikarenakan penggunaan media sosial yang semakin hari, semakin tidak terkontrol. Tidak banyak orang yang tahu mengenai dampak negatif akibat terkena sindrom FoMO, akibatnya banyak masyarakat yang kurang waspada terhadap hal ini. Diperlukan pemberian edukasi terhadap penggunaan media sosial yang bijak kepada masyarakat indonesia, serta peran penting dari orang tua yang melakukan pengawasan terhadap tumbuh kembang anak yang tumbuh bersama kemutakhiran teknologi. Media sosial banyak memberikan manfaat untuk masyarakat, namun penggunaan media sosial yang berlebihan dapat memberikan pengaruh yang buruk bagi masyarakat.
Referensi:
Salsabila Nanda. 2023. Mengenal Fomo, Rasa Takut Ketinggalan Tren di Medsos. Diunduh 11 Maret 2024 dari https://www.brainacademy.id/blog/apa-itu-fomo
Salma Nadzirah. 2022. Dampak Sindrom FoMO Terhadap Interaksi Sosial pada Remaja. Jurnal Pendidikan Islam. VOL 10 (1).
Judithya Anggita Savitri. 2019. Fear Of Missing Out dan Kesejahteraan Psikologis Individu Pengguna Media Sosial di Usia Emerging Adulthood. Jurnal Acta Psychologia. VOL 1 (1).
Sumber Gambar
https://images.app.goo.gl/UkjcW2eLnnGY46Xt9
Editor : Denta Rizkiani Oktavia
0 Komentar