Lingkar Studi Pers, Bogor – Terhitung 14 bulan sejak (11/10/2022) lalu hingga saat ini, Universitas Djuanda (UNIDA) mengalami kekosongan jabatan di Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) dan Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (MPM KM). Kekosongan jabatan ini terjadi sejak Berakhirnya Kongres Luar Biasa (KLB) yang digelar KM UNIDA pada Senin-Selasa, 10-11 Oktober 2022.
Kala itu, KLB yang bertujuan untuk memilih dan mengangkat Presiden Mahasiswa (Presma) baru lantaran habisnya masa bakti BEM KM Periode 2021/2022 sesuai Surat Keputusan (SK) pada (10/10/2022) lalu, menuai pro kontra dari berbagai Organisasi Mahasiswa (ORMAWA) dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang menyebabkan kericuhan dan mengalami chaos di hari kedua KLB, Selasa (11/10/2022).
Melihat hal itu, Wakil Rektor 1 Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, Aal Lukmanul Hakim, turun tangan serta membubarkan kongres dengan memberi solusi akan mengambil alih menyelenggarakan PEMIRA demi terwujudnya Presma dan kepengurusan BEM KM yang baru. Namun kenyataannya, hingga saat ini, PEMIRA belum juga dilaksanakan dan kekosongan jabatan di ranah eksekutif dan legislatif mahasiswa masih berlangsung.
Buntut kekosongan jabatan yang disuarakan mahasiswa
Dampak dari kekosongan jabatan yang masih berlangsung hingga sekarang, kerap disuarakan mahasiswa UNIDA dari beberapa fakultas. Mereka menyebut, kekosongan jabatan mengakibatkan terhambatnya pergerakan ormawa fakultas dan sulitnya mencari wadah aspirasi mahasiswa dengan pihak rektorat.
“Adanya kekosongan jabatan ini sangat besar dampaknya. Kebetulan aku sendiri anggota himjur, jadi ngerasa dari HIMJUR sendiri kurang wadah aspirasi dari mahasiswa ke pihak rektorat. Karena kan biasanya aspirasi itu harus melalui BEM KM dan MPM KM dulu, gabisa mahasiswa langsung ke pihak rektorat. Tapi sekarang karena MPM KM tidak ada, BEM KM juga tidak ada,” ucap Sintia, mahasiswi Fakultas Ilmu Pangan Halal (FIPHAL).
Senada dengan mahasiswi FIPHAL, Muhammad (bukan nama sebenarnya) mahasiswa Fakultas Ekonomi juga menuturkan, kekosongan jabatan berdampak pada arah gerak organisasi mahasiswa lainnya, terutama bagi mahasiswa baru.
“Dampak dari adanya kekosongan jabatan ini, jika kita lihat ke adik-adik yang masih terbilang mahasiswa baru, ketika mereka ingin gerak tapi tidak adanya wadah,” ujarnya.
Sementara itu, Dzikri, mahasiswa Fakultas Komputer menyebut, kekosongan jabatan yang masih berlangsung terdengar seperti hal yang biasa bagi mahasiswa UNIDA. Ia juga menegaskan, kekosongan jabatan bukan sepenuhnya karena kebijakan pihak rektorat yang lama membiarkan, melainkan turunnya minat mahasiswa dalam mengikuti ORMAWA menyebabkan tidak adanya pergerakan dari mahasiswa untuk berinisiatif membentuk kepengurusan BEM KM dan MPM KM yang baru melalui forum yang disepakati. Maka, pihak mahasiswa seharusnya segera menginisiasi pergerakan untuk membentuk PEMIRA.
“Tidak adanya BEM KM dan MPM KM sudah dianggap hal biasa, apalagi melihat respon mahasiswa seperti acuh dengan apa yang terjadi sekarang di kampus. Mungkin saja tidak adanya BEM KM dan MPM KM karena perannya sudah tergantikan oleh BEM Fakultas dan DPM Fakultas,” kata Dzikri.
Wakil rektor 1 angkat bicara soal kekosongan jabatan yang masih terjadi
Merespon tanggapan yang kerap disuarakan beberapa mahasiswa, Wakil Rektor 1 dan kemahasiswaan, Aal Lukmanul Hakim, angkat bicara soal tuduhan pembekuan yang sempat terdengar.
Ia membantah adanya tuduhan pembekuan terhadap BEM KM dan MPM KM usai kisruhnya Kongres Luar Biasa (KLB) yang berhasil dibubarkan. Aal menegaskan, terjadinya kekosongan jabatan BEM KM dan MPM KM karena tidak ada pihak mahasiswa yang berinisiatif melangsungkan Pemilihan Raya (PEMIRA) sebagai proses pembentukan kepengurusan BEM KM dan MPM KM meski saat November 2022 pernah akan dibentuknya PEMIRA oleh KPU yang tidak membuahkan hasil.
“Tidak ada upaya untuk membekukan MPM KM dan BEM KM, karena sampai terakhir diadakannya KLB pun sudah tidak sesuai dengan aturan. Saya ingin melihat kawan-kawan BEM Fakultas dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) menginisiasi pembentukan BEM Universitas ke depannya,” jelasnya saat ditemui tim LSP.
Kemudian, ia juga menyebut sempat mengumpulkan UKM dan ORMAWA Fakultas untuk menindaklanjuti terbentuknya BEM KM. Namun sampai saat ini, tidak ada tindak lanjut dari pihak ormawa maupun UKM.
Aal menyayangkan adanya kekosongan jabatan yang terjadi mengingat pentingnya keberadaan lembaga eksekutif dan legislatif mahasiswa berperan sebagai wadah pengembangan minat dan bakat mahasiswa di bidang non akademik. Akan tetapi ia menegaskan, tidak adanya BEM sama sekali tidak menutup aspirasi mahasiswa kepada pihak rektorat.
“Tidak ada BEM bukan berarti tersendatnya aspirasi. Mahasiswa bisa menyampaikan aspirasi tersebut ke pihak struktural fakultas seperti Kaprodi, Sekprodi, atau bahkan jika mau langsung ke saya sebagai Wakil Rektor 1 sangat diperbolehkan, datanglah,” terangnya.
Kedepannya, lanjut Aal, upaya yang dilakukan untuk menghidupkan kembali lembaga eksekutif dan legislatif mahasiswa yakni dengan membentuk tim terdiri dari pihak rektorat, kemahasiswaan ORMAWA Fakultas dan UKM untuk bermusyawarh menindaklanjuti pengangkatan Presma baru.
Kilas balik kronologi digelarnya KLB dan kekosongan jabatan
Sebagaimana yang diketahui, kekosongan jabatan di BEM KM UNIDA bermula dari tidak adanya pembentukan panitia Komisi Pemilihan Umum (KPU) oleh MPM KM UNIDA untuk menyelenggarakan Pemilihan Raya (PEMIRA), sedangkan masa jabatan BEM KM Periode 2021/2022 saat itu akan segera berakhir.
Geram melihat MPM KM yang angkat tangan terhadap regenerasi eksekutif mahasiswa, BEM KM berinisiatif mengadakan Kongres Luar Biasa (KLB) yang disepakati oleh beberapa ORMAWA Fakultas.
Pada pelaksanaannya, adanya pro kontra dari berbagai pihak ORMAWA dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) pasal digelarnya kongres tersebut lantaran mempertanyakan urgensi KLB, terjadi kericuhan yang menyebabkan pihak rektorat turun tangan dan membubarkan kongres dengan memberikan solusi akan mengambil alih untuk menyelenggarakan PEMIRA demi terwujudnya Presiden Mahasiswa (PRESMA) dan kepengurusan BEM KM yang baru.
Ditambah ketidakhadiran ketua MPM KM saat itu, menambah panas Kongres yang berlangsung dan banyak pihak yang memertanyakan karena dianggap angkat tangan terhadap tanggung jawab yang ia selesaikan.
Selang satu bulan setelah digelarnya KLB, wakil MPM KM UNIDA, Muhammad Rizki Sudrajat, memperpanjang Surat Ketetapan (SK) MPM KM yang awalnya berakhir pada Oktober 2022 diperpanjang hingga Desember 2022 untuk bisa membentuk panitia KPU dan menggelar PEMIRA.
Namun, pembentukan KPU tidak berjalan sesuai yang direncanakan sehingga kembali gagal melaksanakan PEMIRA KM UNIDA dan melanggengkan kekosongan jabatan hingga saat ini.
Reporter: Zulfa/Khonsa
Editor: Siti Zulfa Fauziah
0 Komentar