Mereka diberikan Ilmu Dasar Kemiliteran supaya mampu menjadi prajurit yang tangguh dalam mengahadapi tantangan dan menjadi pribadi yang disiplin. Dalam pendidikan tersebut peserta diberikan materi, praktik, survival, latihan menembak, dan lain sebagainya.
Medan yang ditempuh peserta pun tidak mudah. Medan pertama yaitu barak, seperti gedung dalam kurun waktu satu minggu. Setelah itu peserta langsung turun ke lapangan, serta hutan belantara. Berbeda dengan pelatihan militer selama enam sampai tujuh bulan, kegiatan ini dilakukan lebih singkat untuk mencapai kurikulum 208 jam yang harus terpenuhi.
“Dari awal tahap rekrutmen yang terdaftar ada sekitar 50 sampai dengan 60 orang. Namun yang diberangkatkan hanya enam orang. Dari situ ada kesadaran diri atas bela negara. Jadi mereka memiliki kesadaran sendiri untuk bela negara dan ada seleksi alamnya dengan sendirinya,” tutur Aris Riskan, salah satu pengurus MENWA.
Penilaian pengurus untuk peserta berdasarkan kesiapan mental dan kesehatan. Apabila mental dinilai bagus, tapi badan sedikit tidak sehat, tidak menjamin peserta dapat mengikuti kegiatan ini.
"Setelah mengikuti kegiatan ini, para peserta diharapkan menjadi mahasiswa yang disiplin, mewujudkan motto Widya Castrena Dharma Sidhha, dengan ilmu pengetahuan kita sempurnakan dengan ilmu keprajuritan," imbuh Aris.
Aris mengungkapkan bentuk semangat yang diberikan pengurus hanya motivasi saja, namun yang membuat peserta tetap bertahan menjalani pelatihan adalah kesadaran diri mereka sendiri, karena MENWA itu adalah relawan diri pribadi.
“Seru lebih terlatih lebih disiplin. Manfaatnya lebih sigap, lebih cepat dalam menangani sesuatu harapannya lebih berprestasi dan bisa mengembangkan menwa Djuanda," kata Mutia Aprilia, salah satu peserta pendidikan.
Pelatihan Dasar yang baru saja selesai ini akan dilanjutkan kembali untuk gelombang kedua. Setelah kegiatan ini, MENWA akan melanjutkan rangkaian kegiatan lainnya seperti kesehatan lapangan, lomba ketangkasan, dan MENWA masuk desa. (CINDY/FRASH)
0 Komentar